Saturday, June 27, 2015

ORANG TOBA: Bukan Keturunan Si Borudeak Parujar

ORANG TOBA
Bukan Keturunan Si Borudeak Parujar

Oleh: Edward Simanungkalit *



Di dalam mitologi penciptaan menurut buku: “PUSTAHA BATAK: Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak”, yang ditulis oleh W.M. Hutagalung (1926), diceritakan bahwa para penghuni langit ketujuh suatu kali secara beramai-ramai turun melalui puncak Pusuk Buhit ke Sianjurmulamula. Setelah misi mereka selesai, maka di bawah pimpinan Mulajadi Nabolon berangkatlah mereka kembali naik ke langit ketujuh melalui Pusuk Buhit disertai Raja Odapodap dan si Borudeak Parujar, penghuni langit ketujuh yang lebih dulu turun ke  bumi. Sedang Debata Asiasi dan Raja Inggotpaung tinggal di Sianjurmulamula untuk mengurus Raja Ihatmanisia dan Boru Itammanisia. Singkat ceritanya, mereka pun memiliki keturunan hingga ke Si Raja Batak di Sianjurmulamula, dan Sianjurmulamula menjadi pusat awal persebaran manusia, karena dari sanalah manusia menyebar seluruh penjuru bumi.

                                                                            Pusuk Buhit


Orang Negrito di Humbang
          Orang Negrito adalah ras Australomelanesoid, yang merupakan pendukung budaya Hoabinh, telah lebih dulu datang ke Humbang di Negeri Toba. Peter Belwood (2000:339) menulis bahwa 6.500 tahun lalu telah ada aktivitas manusia di Pea Sim-sim sebelah barat Nagasaribu. Belwood sebenarnya merujuk kepada hasil penelitian paleoekologi yang dilakukan oleh Bernard Kevin Maloney di Pea Sim-sim tadi. Selain di Pea Sim-sim,  penelitian Maloney masih dilanjutkan  di Tao Sipinggan dekat Silaban Rura, di Pea Sijajap daerah Simamora Nabolak, dan di Pea Bullock dekat Silangit, Siborong-borong. Pendukung budaya Hoabinh itu datang melalui pesisir timur Sumatera bagian Utara dari dataran Hoabinh di dekat Teluk Tonkin, Vietnam.
          Orang Negrito ini memiliki ciri-ciri: berkulit gelap, berambut hitam dan keriting, bermata bundar, berhidung lebar, berbibir penuh, serta berbadan relatif kecil dan pendek. Berdasarkan kedekatan genetik yang ditemukan, maka diketahui bahwa mereka bermigrasi dari Afrika Timur melalui Asia Selatan terus Asia Tenggara hingga Papua. Mereka merupakan bangsa setengah menetap, pemburu, bercocok-tanam sederhana, dan bertempat tinggal di gua. Mereka juga menggunakan kapak genggam dari batu, kapak dari tulang dan tanduk, gerabah berbentuk sederhana dari serpihan batu, batu giling, dan mayat yang dikubur dengan kaki terlipat/jongkok dengan ditaburi zat warna merah, mata panah dan flakes. Makanannya berupa tumbuhan, buah-buahan, binatang buruan atau kerang-kerangan. Kebudayaan Hoabinh berasal dari zaman batu tengah di masa Mesolitik sekitar 10.000 - 6.000 tahun lalu.
                                                            Tao Sipinggan

Orang Taiwan di Sianjurmulamula
          Orang Taiwan sampai ke Sianjurmula-mula di sekitar 800 tahun lalu (+/- 200 tahun) berdasarkan hasil penelitian arkeologi yang dilakukan Balai Arkeologi Medan di Kabupaten Samosir pada Juli 2013. Dengan melakukan kegiatan ekskavasi dan survey arkeologi, maka disimpulkan bahwa para pendukung budaya Dong Son ini telah datang dari China Selatan melalui Taiwan, terus ke Filipina dan dilanjutkan lagi ke Sulawesi. Kemudian terus ke Sumatera hingga sampai di Sianjurmulamula (Wiradnyana & Setiawan, 2013:7). Penulis lebih condong berpendapat bahwa mereka masuk dari Barus ke Sianjurmulamula mengingat Barus merupakan pelabuhan niaga internasional pada masa itu dan jaraknya  lebih dekat daripada pantai Timur.
          Budaya Dong Son ini merupakan hasil karya kelompok bangsa Austronesia dari ras Mongoloid, dan bangsa Austroasiatik juga umumnya dari ras Mongoloid. Kebudayaan Dong Son ini merupakan kebudayaan zaman perunggu di mana mereka  telah mengenal teknologi pengolahan logam, pertanian, berternak, menangkap ikan, bertenun, membuat rumah, dll. Masyarakat Dong Son adalah masyarakat petani dan peternak yang handal dan terampil menanam padi, memelihara kerbau dan babi, serta memancing. Mereka  juga dikenal sebagai masyarakat pelaut, bukan hanya nelayan, tetapi juga pelaut yang melayari seluruh Laut Cina dan sebagian laut-laut selatan dengan perahu yang panjang bercadik dua.

                                                                       Sianjur Mula-mula


Studi Genetik Orang Toba
          Mark Lipson (2014:87) meneliti bahwa DNA Orang Toba terdiri dari: Austronesia 55%, Austroasitik 25%, dan Negrito 20%. Orang Taiwan yang datang ke Sianjurmulamula adalah suku Ami dan suku Atayal yang merupakan suku asli Taiwan. Mereka merupakan keturunan suku H’Tin dari Thailand yang termasuk  bangsa Austroasiatik. Diperkirakan suku H’Tin datang ke China Selatan, karena lahan di sana memang subur dan di sana mengalami percampuran dengan pendukung budaya Dong Son dari bangsa Austronesia. Oleh karena ledakan penduduk, maka sebagian mereka bermigrasi ke Taiwan. Keturunan suku H’Tin yang sudah bercampur tadi inipun ikut bermigrasi ke Taiwan membentuk suku Ami dan Atayal, sehingga kedua suku ini merupakan campuran Austronesia dan Austroasiatik. Mereka ini juga bermigrasi sampai ke Sianjurmulamula dan bercampur lagi dengan Orang Negrito yang lebih dulu tiba di Humbang, terbukti dari DNA Orang Toba yang memiliki unsur Negrito  (Lipson, 2014:83-90).



          Akhirnya, Orang Toba ternyata bukan keturunan Si Borudeak Parujar yang turun dari langit ketujuh. Penghuni awal Sianjurmulamula bukan keturunan penghuni langit ketujuh yang naik-turun melalui puncak Pusuk Buhit, tetapi datang dari Taiwan. Orang Negrito lebih dulu datang ke Humbang daripada orang Taiwan datang ke Sianjurmulamula, sehingga terbukti bahwa bukan dari Sianjurmulamula awal persebaran manusia.***


Catatan Kaki:

*** ORANG TOBA: Asal-usul, Budaya, Negeri, dan DNA-nya; dan, ORANG TOBA: Austronesia, Austroasiatik, dan Negrito; oleh: Edward Simanungkalit.



Tulisan ini telah dimuat di:

APA KABAR SIDIMPUAN, 25 Juni 2015
http://apakabarsidimpuan.com/2015/06/orang-toba-bukan-keturunan-si-borudeak-parujar/

LINTAS GAYO, 27 Juni 2015
http://www.lintasgayo.com/55030/orang-toba-bukan-keturunan-si-borudeak-parujar.html



Friday, June 19, 2015

ORANG TOBA: Austronesia, Austroasiatik, dan Negrito

ORANG TOBA
Austronesia, Austroasiatik, dan Negrito
Oleh: Edward Simanungkalit *

Peta Y-DNA Haplogroup O
          Melalui DNA-nya nyata bahwa Orang Toba merupakan campuran dari:  Austronesia 55%, Austroasiatik 25%, dan Negrito 20%. Demikian menurut  Mark Lipson (2014:87) dari Massachusetts Institute of Technology, Cambridge pada Juni 2014 lalu. DNA Orang Toba ini Haplogroup O. Penelitian arkeologi  di pesisir timur Sumatera bagian Utara dari Deli Serdang hingga Lhok Seumawe menemukan bahwa para pendukung budaya Hoabinh telah datang pada masa Mesolitik di sekitar 10.000-6.000 tahun lalu. Penelitian paleoekologi juga telah dilakukan Bernard K. Maloney di Humbang, yaitu: Pea Simsim di sebelah barat Nagasaribu,  Tao Sipinggan di dekat Silaban Rura, Pea Sijajap di Simamora Nabolak, dan Pea Bullock di dekat Silangit. Penelitian tersebut menemukan adanya aktivitas manusia di Humbang sekitar 6.500 tahun lalu. Ini jelas aktivitas  Orang Negrito, pendukung budaya Hoabinh, dari ras Australomelanesoid. Penelitian Balai Arkeologi Medan di Samosir menemukan bahwa para pendukung budaya Dongson masuk ke Sianjur Mula-mula sekitar 800 tahun lalu (+/- 200 tahun). Budaya Toba didominasi oleh kebudayaan Dongson. Pendukung budaya Dongson merupakan ras Mongoloid dari kelompok kebudayaan Austronesia. Khusus yang datang ke Sianjurmulamula sudah merupakan campuran Austronesia dengan Austroasiatik sejak dari Asia daratan (Lihat: ORANG TOBA: Asal-usul, Budaya, Negeri, dan DNA-nya, dalamhttp://edwardsimanungkalit.blogspot.com).

         Mark Lipson, PhD. dari MASSACHUSETTS INSTITUTE OF TECHNOLOGY melakukan penelitian atas DNA Toba dan hasilnya dilaporkan dengan judul: “New statistical genetic methods for elucidating the history and evolution of human populations” pada Juni 2014. Mark Lipson meneliti penutur Austronesia dengan menggunakan data-data dari HUGO Pan-Asian SNP Consortium dan CEPH-Human Genome Diversity Panel (HGDP) berdasarkan data penelitian dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman di Indonesia.

 

Austronesia
Kebudayaan Dongson adalah kebudayaan zaman perunggu yang berkembang di lembah Song Hong, Vietnam dan secara keseluruhan dapat dinyatakan sebagai hasil karya kelompok bangsa Austronesia yang terutama menetap di pesisir Annam. Kebudayaan ini sendiri mengambil nama situs Dongson di Tanh Hoa dan berkembang antara abad ke-5 hingga abad ke-2 SM. Masyarakat Dongson adalah masyarakat petani dan peternak yang handal serta terampil memancing. Mereka menetap dalam rumah-rumah panggung besar dengan atap yang melengkung lebar dan menjulur menaungi emperannya. Masyarakat Dongson juga dikenal sebagai masyarakat pelaut, yang melayari seluruh Laut China hingga ke selatan dengan perahu panjang bercadik dua.
China juga ikut mempengaruhi Kebudayaan Dongson sehubungan dengan adanya ekspansi China sampai ke perbatasan Tonkin. Pengaruhnya dapat dilihat pada motif-motif hiasan Dongson yang mengambil model benda-benda perunggu China. Kesenian Dongson berkembang sampai penjajahan Dinasti Han yang merebut Tonkin pada tahun 111 SM. Meski demikian, kebudayaan Dongson kemudian mempengaruhi kebudayaan Indochina selatan. Benda-benda arkeologi dari Dongson sangat beraneka ragam yang nampak dari artefak-artefak kehidupan sehari-hari ataupun peralatan bersifat ritual. Perunggu adalah bahan pilihan dalam benda-benda seperti kapak dengan selongsong, ujung tombak, pisau belati, mata bajak, topangan berkaki tiga dengan bentuk yang kaya dan indah. Kemudian gerabah dan jambangan rumah tangga, mata timbangan dan kepala pemintal benang untuk bertenun, perhiasan-perhiasan termasuk gelang dari tulang dan kerang, manik-manik dari kaca dan lain-lain yang diberi hiasan. Bentuk geometri merupakan ciri dasar dari kesenian ini di antaranya berupa jalinan arsir-arsir, segitiga dan spiral yang tepinya dihiasi garis-garis yang bersinggungan. Karya mereka yang terkenal adalah nekara besar serta patung-patung perunggu yang sering ditemukan di makam-makam pada tahapan terakhir masa Dongson (wikipedia).
Kebudayaan Dongson, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, merupakan hasil  karya  dariorang-orang Austronesia. Kebudayaan masa prasejarah tersebut tersebar di berbagai wilayah di Asia Tenggara daratan, kepulauan Indonesia, Filipina, Taiwan, pulau-pulau Pasifik hingga kepulauan Fiji. Ke barat, bukti-bukti tersebut dapat ditemukan hingga pulau Madagaskar, Afrika. Para ahli dewasa ini menyatakan bahwa migrasi orang-orang Austronesia terjadi dimulai dengan berlayar dari China Selatan menyeberangi lautan menuju Taiwan dan kepulauan Filipina. Migrasi Austronesia berlangsung terus hingga mulai memasuki Sulawesi, Kalimantan dan pulau-pulau lain di sekitarnya, serta  mencapai Maluku dan Papua. Dalam masa itu pula orang-orang Austronesia dari daratan Asia Tenggara berangsur-angsur memasuki semenanjung Malaka dan pulau-pulau bagian barat Indonesia. Migrasi ke arah pulau-pulau di Pasifik berlanjut terus hingga awal Masehi. Mereka juga bermigrasi ke Sianjur Mula-mula, di Negeri Toba. 
Hasil gambar untuk austronesia


Austroasiatik
            Arkeolog Harry Truman Simanjuntak mengemukakan pendapatnya, bahwa rumpun bahasa Austronesia merupakan bagian dari bahasa Austrik. Bahasa Austrik ini berawal dari daratan Asia, kemudian terbagi dua menjadi Austroasiatik dan Austronesia. Bahasa Austroasiatik menyebar ke daratan Asia, misalnya Indo-China, Thailand, dan Munda di India Selatan. Sedang bahasa Austronesia menyebar ke selatan dan tenggara seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, sampai ke kepulauan Pasifik.

Hasil penelitian menunjukkan adanya dua arus migrasi besar ke Indonesia yang menjadi cikal bakal leluhur langsung bangsa Indonesia. Pertama, penutur Austroasiatik yang tiba pada 4.300-4.100 tahun lalu dan, kedua, penutur Austronesia yang datang pada kisaran 4.000 tahun lalu. Pada 4.300-4.100 tahun lalu, para penutur Austroasiatik mulai bermigrasi ke Vietnam dan Kamboja melewati Malaysia hingga ke Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Salah satu penandanya ialah temuan tembikar berhias tali di kawasan itu yang bentuknya sama dengan tembikar serupa di selatan China hingga Taiwan.

 Kemudian, pada 4.000-an tahun lalu, muncul arus migrasi penutur Austronesia lewat sisi timur Indonesia, mulai dari Sulawesi, Kalimantan, dan sebagian ke selatan, seperti Nusa Tenggara, menuju Jawa dan Sumatera. Arus migrasi itu ditandai dengan penemuan tembikar berslip merah di Indonesia Timur, juga di Taiwan, Filipina, dan Kepulauan Pasifik. Usia tembikar itu relatif lebih muda dibandingkan dengan tembikar berhias tali. Arus migrasi terjadi setelah pertanian di sekitar China Selatan (asal kedua rumpun itu) berkembang pesat hingga terjadi ledakan jumlah penduduk yang memaksa mereka bermigrasi. Kedua ras Mongoloid yang menggunakan bahasa berbeda ini akhirnya bertemu di sekitar Jawa, Kalimantan, dan Sumatera. Penutur Austronesia ternyata lebih berhasil  mempengaruhi penutur Austroasiatik, sehingga berubah menjadi penutur bahasa Austronesia. Meski demikian, sebelum keduanya tiba, di Indonesia sudah tinggal suku bangsa lain, yaitu Australomelanesoid, yang hingga sekarang hidup di wilayah Indonesia timur, seperti Papua (Kompas, 07/08-2014). Adapun yang termasuk ke dalam rumpun Austroasitik, yaitu: Munda-ri, Khasi-Khmuic, dan Mon-Khmer.  
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          Austroasiatik


Negrito
         Negrito ini terdiri dari beberapa kelompok etnis    yang mendiami tempat-tempat terasing di Asia Tenggara. Populasinya sampai saat ini meliputi orang Andaman di Kepulauan Andaman, Semang di Malaysia, Mani di Thailand, serta Aeta, Ati, dan 30 suku lain di Filipina. Genetik Negrito berasal dari Afrika dengan hubungan genetik langsung. Orang Negrito merupakan penduduk yang paling awal di Semenanjung Malaka dan merupakan Orang Asli di Malaysia. Orang Negrito ini lebih dahulu memasuki Sumatera yang merupakan pendukung budaya Hoabinh termasuk ke Humbang di Negeri Toba.

        Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Negritos dari Asia Tenggara ke New Guinea memiliki hubungan kelanjutan yang dekat dengan tengkorak Australo-Melanesia. Studi genetik Negrito Filipina menunjukkan bahwa mereka sama dengan populasi di sekitar Asia dan semuanya memiliki mtDNA Haplogroup M, kecuali dua kelompok dari Andaman. MtDNA Haplogroup M ini ditemukan di Afrika Timur, Asia Timur, dan Asia Selatan, yang menunjukkan migrasi asalnya dari Afrika Timur mengikuti rute pesisir melalui India dan Asia Tenggara. Negrito ini pernah juga menghuni Taiwan, tetapi populasinya menyusut hingga sekarang dan hanya tinggal satu kelompok kecil.
                                                                                                                                                                                                          Negrito
                                                                                                                                               

Penutup
          Orang Toba adalah percampuran 2 (dua) ras, yaitu ras Mongoloid dengan ras Australomelanesoid, sedang DNA-nya terdiri dari: Austronesia (55%), Austroasitik (25%), dan Negrito (20%). Orang Austronesia dan orang Austroasiatik sama-sama berasal dari ras Mongoloid, sehingga ras Mongoloid mencapai 80% di dalam diri Orang Toba dan ras Australomelanesoid (Negrito) mencapai sekitar 20%. Biasanya ras Mongoloid ini memiki DNA dengan Haplogroup O, sedang ras Australomelanesoid memiliki DNA dengan Haplogroup M.
    
          Berdasarkan hasil analisa yang dilakukannya, maka Mark Lipson (2014:85-86) kemukakan secara spesifik hubungan genetik Orang Toba sekaligus asal-usulnya sebagai berikut:
We selected a scaffold tree consisting of 18 populations that are approximately unadmixed relative to each other: Ami and Atayal (aboriginal Taiwanese); Miao, She, Jiamao, Lahu, Wa, Yi, and Naxi (Chinese); Hmong, Plang, H'tin, and Palaung (from Thailand); Karitiana and Suru(South Americans); Papuan (from New Guinea); and Mandenka and Yoruba (Africans). This set was designed to include a diverse geographical and linguistic sampling of Southeast Asia (in particular Thailand and southern China) along with outgroups from several other continents (Lipson et al., 2013) (see Methods). We have previously shown that MixMapper results are robust to the choice of scaffold populations (Lipson et al., 2013), and indeed our findings here were essentially unchanged when we repeated our analyses with an alternative, 15-population scaffold  and with 17 perturbed versions of the original scaffold.

            Lipson menyimpulkan bahwa Orang Toba merupakan keturunan suku Ami dan suku Atayal dari  suku asli Taiwan (Austronesia), keturunan suku H’Tin dari Thailand (Austroasiatik), dan Negrito yang berkerabat dengan Papua. Percampuran antara Austroasiatik dengan Austronesia tersebut tidak terjadi di Negeri Toba, melainkan terjadi di Asia daratan di mana Ami & Atayal merupakan keturunan H’Tin (Lipson, 2015:85-90). Dengan demikian, yang bercampur di Negeri Toba hanyalah ras Mongoloid (campuran Austronesia & Austroasiatik) yang datang ke Sianjur Mula-mula dengan ras Australomelanesoid (Negrito) yang sudah lebih dulu datang ke Humbang dari Teluk Tonkin, Vietnam. 

 Melalui penelitian DNA, maka jelas bahwa Orang Toba berasal dari ras Mongoloid yang merupakan  penutur  bahasa Austronesia  bercampur dengan  orang Negrito  dari ras  Australomelanesoid. DNAnya termasuk dalam Haplogroup O yang terdiri dari: Austronesia, Austroasiatik, dan Negrito. Orang Toba bukan dari Hindia Belakang seperti diajarkan selama ini, karena DNA-nya berbeda. Orang Toba itu juga bukan Israel yang hilang, karena DNA Orang Toba tidak sama dengan DNA Orang Israel. Akhirnya, asal-usul Orang Toba tadi berbeda sekali dengan turiturian (folklore) yang diuraikan W.M. Hutagalung dalam bukunya yang laris-manis: “PUSTAHA BATAK: Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak”. *** (01062015).

*Pemerhati Sejarah Alternatif Peradaban




TAROMBO ASAL-USUL ORANG TOBA

           Keterangan: Orang Toba berasal dari Mongoloid (Haplogroup O) dengan Negrito (Haplogroup M).


Catatan:
Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya berjudul:
ORANG TOBA: Asal-usul, Budaya, Negeri, dan DNA-nya
Klik di sini


Tulisan ini juga masih berlanjut ke tulisan berikut berjudul:
ORANG TOBA: Bangsa Yang Berjalan Berdasarkan ...


Klik di sini (belum dipublisir)



Tulisan ini telah dimuat di:

LINTAS GAYO Bangkit & Bersatu, Edisi, 17 Juni 2015:
http://www.lintasgayo.com/54933/orang-toba-austronesia-austroasiatik-dan-negrito.html

APA KABAR SIDIMPUAN, Edisi, 17 Juni 2015:
http://apakabarsidimpuan.com/2015/06/orang-toba-austronesia-austroasiatik-dan-negrito/