Asal Mula Suku Dayak Kalimantan
Dalam bagian ini kami akan menguraikan mengenai Filsafat Dayak yang didalamnya terdiri dari : Siapa suku Dayak, Filosofi Dayak dan Kepercayaan masyarakat dayak terhadap tuhan “JUBATA”.
Beberapa pakar berpendapat bahwa untuk mengetahui asal usul suatu suku bangsa yang perlu diteliti adalah keanekaragaman bahasa yang ada di wilayah tersebut. Hasil penelitian terhadap suku dan bahasa Dayak di Kalimantan Barat menunjukan bahwa ternyata subsuku dan bahasa Dayak di Kalimatan Barat mempunyai tingkat keanekaragaman yang tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pulau Kalimantan adalah tanah asal usul orang Dayak dan Melayu yang berketurunan Dayak karena mereka mengubah identitasnya pada sekitar tahun 1800-an dikarenakanberganti agama. Berdasarkan teori di atas maka dapat dipastikan bahwa Pulau Kalimantan adalah tanah asal usul suku (orang) Dayak.
POKOK PEMBAHASAN
Asal mula suku Dayak di Kalimantan :
Beberapa teori terdahulu menyatakan bahwa penduduk Pulau Kalimantan berasal dari migrasi suku bangsa Austronesia. Ada dua teori yang menjelaskan proses perpindahan suku bangsa tersebut. Teori pertama berasal dari P dan F Sarasin (1892-1893), yang kemudian didukung oleh Heine-Geldern (1932).
Proses perpindahan suku bangsa Austronesia tersebut adalah sebagai berikut:
Suku-suku asli di rantau ini kononnya orang Vedda. Mereka didesak oleh pendatang baru dari Benua Asia lebih kurang 5000 tahun yang lalu. Pendatang ini berhijrah ke pesisir Asia Tenggara, termasuk perpulauannya dan memencilkan suku asli tersebut. Penghijraan itu dinamakan Melayu Proto. Sesudah 3000 tahun, mereka pula yang didesak dengan gelombang penghijraan yang baru yang dinamakan Melayu Deutro. Karena kedua-dua kelompok, Proto dan Deutro ini, berasal dari daerah dan sumber budaya dan bangsa yang sama maka mereka bergaul dan berpadu, kecuali di beberapa daerah pedalaman yang hingga kini masih memperlihatkan kebudayaan Melayu Proto.
Ahli lainnya seperti Henrik Kern (1889) menyatakan bahwa rumpun Austronesia berasal dari Cina Selatan atau bagian utara Vietnam berpindah ke arah selatan menuju Asia Tenggara melalui beberapa buah sungai yang mengalir di tempat itu.
Sewaktu orang-orang Austronesia masuk pulau Kalimantan, mereka mendapati pulau ini masih berbentuk hutan belantara. Kemudian mereka hidup di dalam belantara ini, bergaul dengan alam dan menyatu dengan alam, hutan, sungai dan terbiasa dengan kekuatan-kekuatan alam. Dapat dimengerti apabila alam sangat berpengaruh dan paling banyak menentukan perkembangan budaya dan peradaban yang mereka miliki.
Berdasarkan kutipan J.U Lontaan dari tulisan Ch.F.H.Duman (1924) dikatakan, bahwa suku Dayaklah penduduk asli pulau Kalimantan. Mula-mula mereka menduduki (mendiami) tepi sungai Kapuas dan laut Kalimantan, tetapi datangnya Melayu dari Sumatera dan dari tanah Semenanjung Malaka, terpaksa terdesaklah mereka ke hulu sungai.
Sebelum kedatangan orang-orang Austronesia di Nusantara termasuk di pulau Kalimantan, pulau Kalimantan sudah dihuni oleh sekolompok suku bangsa yang belum diketahui identitasnya. King mengungkapkan ”We have Evidence of human habitation in Borneo going back”.
Berbagai teori yang dikemukan di atas, mengokohkan kayakinan bahwa suku Dayak memang telah menjadi penghuni pulau Kalimantan sejak zaman permulaan, hal ini sejalan dengan cerita-cerita rakyat yang dituturkan secara lisan tentang asal usul suku Dayak.
Filosofi Dayak
Filosofi Dayak yang sangat terkenal terkandung dalam salam Dayak atau kata pembukaan yang dirumuskan sejak beberapa puluh tahun yang lalu berbunyi: “Adil Ka’ Talino Ba Curamin Ka’ Saruga Ba Sengat Ka’ Jubata”. Filosofi ini akan kami uraikan secara sistematis untuk mengetahui Filsafat Dayak secara menyeluruh. Berikut ini penjelasan dari makana darI filisofi Dayak tersebut.
1. Adil Ka’ Talino, adalah kata yang mempunyai makna bahwa manusia Dayak itu harus hidup adil kepada sesama manusia. Cinta damai dan keadilan ini tertanam pada masyarakat Dayak dalam kehidupan didunia ini untuk mencapai kehidupan yang sempurna selama hidup. Kehidupan manusia Dayak tidak terlepas dari golongan yang satu dengan golongan yang lain, oleh sebab itu keadilan harus bisa dilestaraikan dan dijaga dalam setiap manusia Dayak.
2. Bacuramin Ka’ Saruga, adalah istilah yang digunakan masyarakat Dayak untuk menujuk kesempurnaan hidup manusia. Kata ini mempunyai makna bahwa manusia Dayak harus hidup berpadanan dengan kehidupan yang diatas atau hidup yang sempurna atau tertinggi yang sebagi contoh hidup manusia Dayak.
3. Ba Sengata Ka’ Jubata, adalah hidup manusia Dayak didasarkat atas Yang Ilahi atau Realitas Mutlak yang dipercayai oleh manusia Dayak yang disebut Jubata. Masyarakat Dayak meyakini bahwa Jubata yang memebrikan kehidupan dan kelimpahan dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Dayak. Berikut ini kami akan menguraikan secara singat mengenai istilah Jubatayang didalamnya: Atribut Absolut Jubata, dan Atribut Relatif Jubata.
Kepercayaan masyarakat Dayak
Jubata sebagai yang Mutlak
Istilah yang Mutlak (absolute) merupakan istilah filosofis, Loren Bagus, mendefinisikannya sebagai berikut:
1. Realitas dasar, Dasar Dunia, atau prinsip kosmis yang merupakan asal-usul eksistensi dan semua kegiatannya, kesatuan dan keberagamannya.
2. Yang ada yang tidak menggantungkan keberadaan dan kegiatannya pada suatu yang lain, sebaliknya, segala sesuatu yang lainnya menggantungkan keberadaan dan kegiatannya, pada Yang-ada ini. dan segala sesuatu lainnya akhirnya dapat dikembalikan pada Yang-ada ini.
3. Keseluruhan organis dan pemikiran yang ada dalam proses aktualisasi dan pemenuhan semua eksistensi yang sementara dan terbatas.
4. Realitas (Yang-ada, substansi) sebagaimana ada dalam dirinya sendiri, yang berlawanan dengan segi yang tampak realitas itu.
5. Realitas yang memuat segala sesuatu yang terbatas.
6. Yang kekal, tidak terbatas, tidak bersyarat, sempurna dan tidak berubah. Subjek ini tidak bergantung pada yang lain. Didalam dirinya terkandung segala sesuatu yang berada dan menciptakan segala sesuatu yang ada. Dalam agama sang absolute adalah Tuhan (Allah). Dalam Fitche sang absolute adalah EGO. Dalam Hegel, sang absolut adalah rasio dunia (roh mutlak). Dalam Schopenhauer, sang absolute adalah kehendak. Dalam Bergson, sang absolute adalah intuisi.
Berdasarkan definisi di atas maka yang mutlak adalah adalah sesuatu yang ada dengan sendirinya sebagaimana ia harus ada. Keberadaan-Nya tidak bergantung kebaradaan lain.
Jubata diyakini oleh masyarakat Dayak Kanayatn sebagai sesuatu yang ada dengan sendirinya. Nenek moyang masyarakat Dayak Kanayatn tidak berupaya mengungkapkan keberadaan Jubata atau tidak bertanya mengenai keberadaan Jubata melainkan mendorong pemujaan terhadap Jubata kepada setiap generasi, Sebagai yang absolut Jubata adalah Roh, sebagai Roh.
Konsep bahwa Jubata adalah roh seharusnya berimplikasi kepada doktrin tentang ketidakterbatasan Jubata. Tetapi dalam kepercayaan kepada Jubata, pengajaran tesebut tidak mendapat perhatian oleh karena konsep masyarakat suku ini masih sangat sederhana, sehingga sangat relevan menggali informasi dari masyarakat untuk mengetahui pemahaman masyarakat tentang ketidakterbatasan Jubata.
STUDI KASUS
“ SUKU DAYAK KANAYATN ”
Disini akan diberikan ilustrasi mengenai ketidakterbatasan Jubata dalam hal mengetahui. Masyarakat Dayak Kanayatn biasanya memiliki pohon buah-buahan yang ditanam di area kebun atau di lokasi bekas perkampungan (timawakng) yang sudah ditinggalkan berpuluh-puluh tahun. Biasanya tempat seperti itu sangat jauh dari rumah sehingga sulit untuk mengontrol atau mengawasi area tersebut. Ada suatu mekanisme pengawasan sebagai cara antisipasi, agar buah-buahan di kebun tersebut tidak diambil orang lain yaitu dengan cara membuat kulikng dan tikal pada pohon. Pada zaman dahulu orang tidak berani coba-coba untuk mengambil, karena mereka memiliki keyakinan bahwa Jubata tahu jika mereka mengambil apa yang bukan merupakan milik mereka. Sebenarnya ilustrasi ini merupakan suatu bukti bahwa Masyarakat Dayak Kanayatn memiliki konsep ketidakterbatasan Allah dalam hal mengetahui atau doktrin tentang kemahatahuan Jubata. Selain itu tentu Jubata itu tidak terbatas dalam kuasa-Nya. Kemahakuasaan Jubata sebenarnya dapat dijumpai dalam keyakinan masyarakat Dayak Kanayatn pada kisah penciptaan, serta ketujuh sifat Jubata yang sisebut sebagai Ne’ Panampa, Pajaji dan sebagainya sebagaimana telah diuraikan terdahulu.
Masyarakat Dayak Kanayatn juga yakin jika Jubata memiliki personalitas (berkeperibadian). Unsur-unsur personalitas Jubata dapat dilihat dalam ungkapan antropamorfis terhadap sifat Jubata, seperti, Jubata Ne’ Pangorok, dan Jubata Ne’ Pangingu. Kedua sifat ini sebagaimana juga sudah disinggung pada penjelasan terdahulu menunjukkan bahwa Jubata memiliki personalitas. Selain itu banyak sekali legenda dan cerita-cerita rakyat yang mengisahkan keterlibatan Jubata dalam menangani masalah manusia atau menguji ketulusan manusia.
Dikisahkan pada suatu hari di sebuah perkampungan rumah panjang masyarakat Dayak, terlihatlah seseorang yang sedang berjalan dari ujung sebelah timur kampung menuju ka arah rumah panjang tempat tinggal mereka. Ketika semakin dekat, maka tampaklah penampilan yang kurang menarik dari orang tersebut, ternyata orang tersebut hendak bertamu, dan ia mulai menaiki tangga rumah panjang kemudian menyapa para penghuni rumah panjang, yang pada saat itu kebanyakan wanita dan anak-anak yang sedang menjemur padi, karena penampilan yang tidak meyakinkan tamu itu, maka tamu tersebut tidak telalu dipedulikan. Setelah cukup lama, sang tamu berpamitan, berjalan menuruni tangga, lalu ketika sampai ke ujung kampung sebelah Barat beberapa anak melihat bahwa orang tersebut ternyata menghilang, dan memberitahukan kepada orang tua mereka, tetapi mereka tidak percaya, mereka bepikir bahwa tamu tersebut menghilang ditikungan jalan, sehingga tidak terlihat lagi. Beberapa malam malam kemudian ada yang bermimpi bahwa ternyata tamu tersebut adalah Jubata yang hendak memberkati padi mereka, tetapi karena mereka kurang peduli, maka pada tahun itu mereka medapat hasil padi yang tidak memuaskan…”.
KESIMPULAN
Masyarakat dayak sudah ada sejak jaman dulu kala di yakini bahwa penduduk Pulau Kalimantan berasal dari migrasi suku bangsa AustronesiaSuku-suku asli di rantau ini kononnya orang Vedda. Mereka didesak oleh pendatang baru dari Benua Asia lebih kurang 5000 tahun yang lalu. Pendatang ini berhijrah ke pesisir Asia Tenggara, termasuk perpulauannya dan memencilkan suku asli tersebut. Penghijraan itu dinamakan Melayu ProtoMasyarakat dayak juga memiliki kepercayaan yang mereka sebut dengan “jubata” Jubata sebagai yang esa adalah sebuah kepercayaan yang mereka yakini sebuah pedoman hidup mereka, juga adalah sesuatu yang ada dengan sendirinya sebagaimana ia harus ada. Keberadaan-Nya tidak bergantung kebaradaan lain. Tetapi dalam kepercayaan kepada Jubata, pengajaran tesebut tidak mendapat perhatian oleh karena konsep masyarakat suku ini masih sangat sederhana, sehingga sangat relevan menggali informasi dari masyarakat untuk mengetahui pemahaman masyarakat tentang Jubata. Yang kekal, tidak terbatas, tidak bersyarat, sempurna dan tidak berubah. Subjek ini tidak bergantung pada yang lain. Didalam dirinya terkandung segala sesuatu yang berada dan menciptakan segala sesuatu yang ada. Dalam agama sang absolute adalah Tuhan.
Sumber:
http://arfian06.blogspot.com/2012/12/asal-mula-suku-dayak.html
No comments:
Post a Comment