PUSUK BUHIT BUKAN GUNUNG LELUHUR ORANG TOBA
Oleh: Edward Simanungkalit *
Di dalam mitologi penciptaan menurut buku: “PUSTAHA BATAK: Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak”, yang ditulis oleh W.M. Hutagalung (1926:1-32), diceritakan bahwa penghuni awal Sianjurmulamula merupakan keturunan dari penghuni langit ketujuh, Si Borudeak Parujar dan Raja Odapodap. Mereka turun dari langit ketujuh dan kawin di bumi dengan kampung awalnya ialah Sianjurmulamula. Setelah mereka memiliki keturunan Raja Ihatmanisia dan Boru Itammanisia, para penghuni langit ketujuh suatu kali secara beramai-ramai turun melalui puncak Pusuk Buhit ke Sianjurmulamula. Setelah misi mereka selesai, maka di bawah pimpinan Mulajadi Nabolon berangkatlah mereka kembali naik ke langit ketujuh melalui Pusuk Buhit disertai Raja Odapodap dan si Borudeak Parujar. Sedang Debata Asiasi dan Raja Inggotpaung tinggal di Sianjurmulamula untuk mengurus Raja Ihatmanisia dan Boru Itammanisia. Singkat ceritanya, mereka pun memiliki keturunan di Sianjurmulamula, dan Sianjurmulamula menjadi pusat awal persebaran manusia, karena dari sanalah manusia menyebar seluruh penjuru bumi.
Pusuk Buhit
Orang Negrito di Humbang
Orang Negrito adalah ras Australomelanesoid, yang merupakan pendukung budaya Hoabinh, telah lebih dulu datang ke Humbang di Negeri Toba. Peter Belwood (2000:339) menulis bahwa 6.500 tahun lalu telah ada aktivitas manusia di Pea Simsim sebelah barat Nagasaribu, Humbang. Belwood sebenarnya merujuk kepada hasil penelitian paleoekologi yang dilakukan oleh Bernard Kevin Maloney di Humbang. Selain di Pea Sim-sim, penelitian Maloney masih dilanjutkan di Tao Sipinggan dekat Silaban Rura, di Pea Sijajap daerah Simamora Nabolak, dan di Pea Bullock dekat Silangit, Siborong-borong. Pendukung budaya Hoabinh itu datang melalui pesisir timur Sumatera bagian Utara dari dataran Hoabinh di dekat Teluk Tonkin, Vietnam.
Orang Negrito ini memiliki ciri-ciri: berkulit gelap, berambut hitam dan keriting, bermata bundar, berhidung lebar, berbibir penuh, serta berbadan relatif kecil dan pendek. Berdasarkan kedekatan genetik yang ditemukan, maka diketahui bahwa mereka bermigrasi dari Afrika Timur melalui Asia Selatan terus Asia Tenggara hingga Papua. Mereka merupakan bangsa setengah menetap, pemburu, bercocok-tanam sederhana, dan bertempat tinggal di gua. Mereka juga menggunakan kapak genggam dari batu, kapak dari tulang dan tanduk, gerabah berbentuk sederhana dari serpihan batu, batu giling, dan mayat yang dikubur dengan kaki terlipat/jongkok dengan ditaburi zat warna merah, mata panah dan flakes. Makanannya berupa tumbuhan, buah-buahan, binatang buruan atau kerang-kerangan. Kebudayaan Hoabinh berasal dari zaman batu tengah di masa Mesolitik sekitar 10.000 – 6.000 tahun lalu.
Orang Taiwan di Sianjurmulamula
Orang Taiwan dari ras Mongoloid sampai ke Sianjurmula-mula di sekitar 800 tahun lalu (+/- 200 tahun) berdasarkan hasil penelitian arkeologi yang dilakukan Balai Arkeologi Medan di Kabupaten Samosir pada Juli 2013. Dengan melakukan kegiatan ekskavasi dan survey arkeologi, maka disimpulkan bahwa para pendukung budaya Dong Son ini telah datang dari China Selatan melalui Taiwan, terus ke Filipina dan dilanjutkan lagi ke Sulawesi. Kemudian terus ke Sumatera hingga sampai di Sianjurmulamula (Wiradnyana & Setiawan, 2013:7). Penulis lebih condong berpendapat bahwa mereka masuk dari Barus ke Sianjurmulamula mengingat Barus merupakan pelabuhan niaga internasional pada masa itu dan jaraknya lebih dekat daripada pantai Timur.
Budaya Dong Son ini merupakan hasil karya kelompok bangsa Austronesia dari ras Mongoloid, dan bangsa Austroasiatik juga umumnya dari ras Mongoloid. Kebudayaan Dong Son ini merupakan kebudayaan zaman perunggu di mana mereka telah mengenal teknologi pengolahan logam, pertanian, berternak, menangkap ikan, bertenun, membuat rumah, dll. Masyarakat Dong Son adalah masyarakat petani dan peternak yang handal dan terampil menanam padi, memelihara kerbau dan babi, serta memancing. Mereka juga dikenal sebagai masyarakat pelaut, bukan hanya nelayan, tetapi juga pelaut yang melayari seluruh Laut Cina dan sebagian laut-laut selatan dengan perahu yang panjang bercadik dua.
Studi Genetik Orang Toba
Mark Lipson (2014:87) meneliti bahwa DNA Orang Toba terdiri dari: Austronesia 55%, Austroasitik 25%, dan Negrito 20%. Orang Taiwan yang datang ke Sianjurmulamula adalah suku Ami dan suku Atayal yang merupakan suku asli Taiwan. Mereka merupakan keturunan suku H’Tin dari Thailand yang merupakan pendukung kebudayaan Austroasiatik. Suku H’Tin, pendukung kebudayaan Austrosiatik ini, mengalami percampuran dengan pendukung budaya Dong Son dari kelompok kebudayaan Austronesia. Keturunan suku H’Tin yang sudah bercampur tadi inipun bermigrasi ke Taiwan membentuk suku Ami dan Atayal, sehingga kedua suku ini merupakan campuran Austronesia dan Austroasiatik. Mereka ini juga bermigrasi sampai ke Sianjurmulamula dan bercampur lagi dengan Orang Negrito yang lebih dulu tiba di Humbang, terbukti dari DNA Orang Toba yang memiliki unsur Negrito (Lipson, 2014:83-90).
Akhirnya, penghuni awal Sianjurmulamula ternyata bukan keturunan penghuni langit ketujuh yang naik-turun melalui puncak Pusuk Buhit, tetapi datang dari Taiwan. Pusuk Buhit tidak ada hubungannya dengan keberadaan Orang Toba, karena Orang Toba adalah campuran antara Orang Negrito dengan Orang Taiwan. Orang Negrito jauh lebih dulu datang ke Humbang daripada orang Taiwan datang ke Sianjurmulamula, sehingga terbukti bahwa bukan dari Sianjurmulamula awal persebaran manusia. Cerita Pusuk Buhit hanyalah mitos, bukan fakta. Pusuk Buhit, Dolok Pinapan, Dolok Martimbang, Dolok Sipisopiso, Dolok Simarjarunjung, Dolok Tolong dan dolok lainnya sama kedudukannya bagi Orang Toba. Artinya, Pusuk Buhit tidak memiliki kekhususan tersendiri bagi Orang Toba. ***
Catatan Kaki:
*** ORANG TOBA: Asal-usul, Budaya, Negeri, dan DNA-nya; dan, ORANG TOBA: Austronesia, Austroasiatik, dan Negrito; ORANG TOBA: Bukan Keturunan Si Borudeak Parujar; oleh Edward Simanungkalit.
(*) Pemerhati Sejarah Alternatif Peradaban