Koin Kuno yang Ditemukan di Sungai Komering
Mirip Koin Dinasti Tang
Rabu, 22 Oktober 2014 | 17:50 WIB
MARTAPURA, KOMPAS.com - Ribuan koin kuno yang ditemukan oleh penyedot pasir di Sungai Komering diperkirakan dipakai pada masa Kerajaan Sriwijaya. Ketua Asosiasi Pendidik dan Peneliti Sejarah Sumsel, Dr LR Retno Susanti, mengatakan bahwa berdasarkan pengamatan, koin-koin temuan warga di Desa Negeriagung itu mirip koin pada zaman Dinasti Tang, yang merupakan datu dari tiga dinasti yang paling berpengaruh di Tiongkok sepanjang sejarahnya.
Dinasti tersebut berdiri pada tahun 618 dan menetapkan Chang'an sebagai ibukota dinasti ini. Chang-an, ibu kota Dinasti Tang menjadi kota terbesar dan termegah pada jamannya. Dinasti Tang mengekalkan jalur perdagangan ke barat dan selatan yang menyebabkan perdagangan meluas dengan negara-negara asing yang jauh. Tidak sedikit pedagang asing menetap di Tiongkok pada waktu itu.
Retno menjelaskan, sungai-sungai yang lebar di Sumsel pada waktu itu menjadi jalur perdagangan yang utama bagi kapal-kapal Tiongkok dan Kerajaan Sriwijaya.
Koin yang ditemukan itu diperkirakan dipakai pada masa Kerajaan Sriwijaya. Sebab, lalulintas dan perdagangan paling ramai terjadi pada masa itu, abad 6-9 M. Kapal-kapal tiongkok itu menyusuri Sungai Komering setelah membeli komoditi andalan daerah setempat pada waktu itu, misalnya kayu dan gading.
“Mungkin saja gading, karena di Lampung dan OKU Selatan itu banyak gajah. Daerah OKU juga merupakan daerah yang subur, itu ditandai temuan manusia purba di Goa Harimau,” kata pakar sejarah dari Universitas Sriwijaya ini.
Manusia purba diyakini akan tinggal di wilayah subur. Oleh karena itu, Retno berkesimpulan, banyak komoditas andalan menjadi incaran pedagang Tiongkok di hulu Sungai Komering.
Gading itu sebenarnya banyak dijadikan pajangan sebagai simbol status oleh bangsawan dan pejabat. Terkadang gading juga dijadikan alat pembayaran disamping emas dan koin.
“Selain temuan koin, bisa saja ada temuan emas di dasar sungai. Untuk membuktikannya memang harus diperiksa dasar sungai itu. Apakah di sana ada temuan manik-manik dan porselen. Biasanya kalau ada itu, ada juga emas,” ujar Retno.
Tetapi Retno tidak bisa memastikan berapa banyak jumlahnya. Atau mungkin juga sudah terbawa arus, sebab sungai waktu itu lebar-lebar dan memiliki arus yang deras.
Sementara itu Retno juga menjelaskan bahwa puncak kejayaan Dinasti ini terlihat pada pemerintahan Kaisar Taizong. Kebudayaan Cina berkembang sangat pesat terutama pada bidang seni kaligrafi. Ia mendirikan Istana Hongwen dan menunjuk para pelukis kaligrafi terkenal untuk mengajarkan para pelajar.
Selain di bidang kaligrafi, kebudayaan tarian dan musik juga sangat berkembang. Selama era Dinasti Tang, terdapat sebuah sistem pemujaan yang lengkap kepada langit dan bumi serta para Dewa.
Salah satu prestasi terkenal pada masa kini adalah perjalanan Bhikshu Xuanzang (kembali ke Chang-an pada tahun 645) untuk mengambil kitab suci Tripitaka di India, dimana perjalanan ini mengandung semangat penjelajahan yang baru menghinggapi bangsa barat sekitar 600 tahun kemudian. Rute perjalanannya mirip dengan rute Marcopolo, sehingga Xuanzang terkadang disebut sebagai Marcopolonya Tiongkok.
Dinasti tersebut berdiri pada tahun 618 dan menetapkan Chang'an sebagai ibukota dinasti ini. Chang-an, ibu kota Dinasti Tang menjadi kota terbesar dan termegah pada jamannya. Dinasti Tang mengekalkan jalur perdagangan ke barat dan selatan yang menyebabkan perdagangan meluas dengan negara-negara asing yang jauh. Tidak sedikit pedagang asing menetap di Tiongkok pada waktu itu.
Retno menjelaskan, sungai-sungai yang lebar di Sumsel pada waktu itu menjadi jalur perdagangan yang utama bagi kapal-kapal Tiongkok dan Kerajaan Sriwijaya.
Koin yang ditemukan itu diperkirakan dipakai pada masa Kerajaan Sriwijaya. Sebab, lalulintas dan perdagangan paling ramai terjadi pada masa itu, abad 6-9 M. Kapal-kapal tiongkok itu menyusuri Sungai Komering setelah membeli komoditi andalan daerah setempat pada waktu itu, misalnya kayu dan gading.
“Mungkin saja gading, karena di Lampung dan OKU Selatan itu banyak gajah. Daerah OKU juga merupakan daerah yang subur, itu ditandai temuan manusia purba di Goa Harimau,” kata pakar sejarah dari Universitas Sriwijaya ini.
Manusia purba diyakini akan tinggal di wilayah subur. Oleh karena itu, Retno berkesimpulan, banyak komoditas andalan menjadi incaran pedagang Tiongkok di hulu Sungai Komering.
Gading itu sebenarnya banyak dijadikan pajangan sebagai simbol status oleh bangsawan dan pejabat. Terkadang gading juga dijadikan alat pembayaran disamping emas dan koin.
“Selain temuan koin, bisa saja ada temuan emas di dasar sungai. Untuk membuktikannya memang harus diperiksa dasar sungai itu. Apakah di sana ada temuan manik-manik dan porselen. Biasanya kalau ada itu, ada juga emas,” ujar Retno.
Tetapi Retno tidak bisa memastikan berapa banyak jumlahnya. Atau mungkin juga sudah terbawa arus, sebab sungai waktu itu lebar-lebar dan memiliki arus yang deras.
Sementara itu Retno juga menjelaskan bahwa puncak kejayaan Dinasti ini terlihat pada pemerintahan Kaisar Taizong. Kebudayaan Cina berkembang sangat pesat terutama pada bidang seni kaligrafi. Ia mendirikan Istana Hongwen dan menunjuk para pelukis kaligrafi terkenal untuk mengajarkan para pelajar.
Selain di bidang kaligrafi, kebudayaan tarian dan musik juga sangat berkembang. Selama era Dinasti Tang, terdapat sebuah sistem pemujaan yang lengkap kepada langit dan bumi serta para Dewa.
Salah satu prestasi terkenal pada masa kini adalah perjalanan Bhikshu Xuanzang (kembali ke Chang-an pada tahun 645) untuk mengambil kitab suci Tripitaka di India, dimana perjalanan ini mengandung semangat penjelajahan yang baru menghinggapi bangsa barat sekitar 600 tahun kemudian. Rute perjalanannya mirip dengan rute Marcopolo, sehingga Xuanzang terkadang disebut sebagai Marcopolonya Tiongkok.
Editor | : Caroline Damanik |
Sumber | : Tribun Sumsel |
Sumber:http://regional.kompas.com/read/2014/10/22/17503331/Koin.Kuno.yang.Ditemukan.di.Sungai.Komering.Mirip.Koin.Dinasti.Tang?
No comments:
Post a Comment