Tuesday, May 12, 2015

POPULASI PRASEJARAH SUNDALAND


POPULASI PRASEJARAH SUNDALAND


Prasejarah Sundaland 60.000 t.y.l.
Prasejarah Sundaland 60.000 t.y.l.
Tempat lahir peradaban manusia bisa jadi bukan Timur Tengah yang selama ini diusulkan banyak kalangan akademisi, mungkin saja area dataran rendah di Kepulauan Asia Tenggara. Karena sebagian besar dataran rendahtersebut sekarang ‘tenggelam’, berada di bawah laut, sejakribuan tahun yang lalu (lebih tepatnya karena naiknyapermukaan air laut), kita sepertinya tidak menyadari signifikansi dari kemungkinan tersebut sampai awal abad ke-21.
Setidaknya ada tiga paper menarik yang terbit awal tahun ini berkaitan dengan sejarah populasi Indonesia. Walaupun data yang diungkap hanya parsial, namun data-data tersebut bisa melengkapi puzzles yang selama ini belum muncul, sehingga big picture-nya menjadi lebih jelas. Paper pertama adalah penelitian Gomes et al. (2015) yang mengkaji sebaran mtDNA haplogroup P di Sunda dan Sahul dengan fokus pada populasi Timor-Leste, dari penelitian ini kita mengetahui sebaran mtDNA haplogroup P di Wallacea dan Sahul serta Filipina. Paper kedua adalah penelitian Karmin et al. (2015) yang mengkaji bottleneck garis keturunan pria (y-DNA) di era Holosen, termasuk terdeteksinya subclade baru y-DNA haplogroup C (C7 dan C9) pada populasi Dayak Borneo selatan dan timur. Dan yang terakhir adalah ilmuwan asal negeri sendiri, Pradiptajati Kusuma et al. (2015), yang menganalisis mtDNA dan y-DNA populasi orang laut asal Indonesia dalam konteks pendudukan Madagascar, yang sedikit memberi gambaran beberapa mtDNA dan y-DNA terbaru dari populasi Dayak dan orang laut Nusantara. Ketiga paper ini menarik dalam konteks mencari struktur populasi pertama Sunda dan Sahul, khususnya era Plestosen Sundaland. Big picture yang dimaksud di atas adalah bahwa Sundaland pertama kali dihuni oleh populasi yang terkait dengan populasi ‘Negrito’ yang saat ini menyebar di Semenanjung Malaysia, Thailand, dan daratan Indocina, serta kemungkinan sisa-sisa populasi ‘Negrito’ tersebut terdeteksi di Sumatra, Borneo dan Jawa. Lalu di mana posisi populasi yang mendiami Sahul? Sepertinya, populasi yang bergerak ke arah timur adalah keturunan dari populasi ‘Negrito’ yang lebih dulu mendiami Sundaland ribuan tahun. Setidaknya itulah gambaran secara umum yang diungkap oleh penanda genetik garis keturunan manusia (mtDNA dan y-DNA). Peta sebaran mtDNA khusus Australasia digambarkan lebih jelas oleh Toomas Kivisild (2015), juga pernah dikaji Mannis van Oven (2010) dan disempurnakan oleh usulan Kong et al. (2010)
Maternal ancestry Kisivild (2015)
Maternal ancestry Toomas Kisivild (2015)
Australasian mtDNA by Kong et al. (2010)
Australasian mtDNA by Kong et al. (2010)
Pemahaman populasi Sundaland yang lebih luas dan kredibel bisa kita dapat ketika kita mengetahui populasi awal dengan kebudayaan, bahasa, DNA, dan lingkungan ekologisnya, dan kesemuanya ditempatkan dalam perspektif yang benar. Kunci pemahaman tersebut ada pada siapa orang pribumi (Orang Asli), yang sering disebut dengan ‘Negrito’, yang saat ini sebagian masih menghuni Semenanjung Melayu (yang dulunya bagian dari Sundaland).
Bayangkan, sekitar 70,000-45,000 tahun yang lalu, sekelompok kecil manusia prasejarah pemburu-pemulung diam-diam berjalan di bawah hutan kerangas dengan pepohonan tinggi, rimbun, luas menghijau, tak terputus. Mereka menyusuri sungai-sungai purba Sundaland, melewati lautan lumut hijau, pakis, tanaman rotan berduri yang merambat tinggi, ephipytes yang menempel di pepohonan, dan riam daun yang tampaknya tak berujung dengan berbagai ukuran dan jenis. Mereka menyusuri hutan, melangkah sekitar banir kayu keras menjulang besar, mata mereka memindai ke bawah untuk mengamati jejak-jejak tersembunyi dalam semak belukar, untuk mencari daun tanaman yang dapat dimakan atau obat, dan menikmati indahnya pemandangan di depan mereka, seperti binatangarboreal yang sering bergelantungan di ranting-ranting pepohonan, berpesta buah. Telinga mereka juga sangat terlatih mendengarkan tanda-tanda gangguan alam, mencari di mana lokasi binatang-binatang besar seperti babi, rusa, dan sapi liar. Di antara mereka mungkin hanya terdengar suara obrolan ringan tentang lingkungan yang baru mereka temukan, layaknya obrolan pemburu tentang peralatan mencari makan seperti tombak, pisau dan tongkat penggali, terbuat dari kayu, bambu dan rotan.
Lalu, siapakah Orang Asli ini dan apa yang mereka lakukan di hutan tropisPleistocene Sundaland?
Manusia prasejarah pertama kali hadir di Semenanjung Melayu ketika permukaan laut surut di era Pleistosen, dan paparan dasar laut bagian barat Asia Tenggara mulai terekspos. Paparan ini dikenal dengan paparan Sunda, atau Sundaland, membentang ke arah timur dari Kalimantan sampai Bali, ke arah utara dari Palawan di Filipina dan Vietnam di Indochina, sampai Jawa di bagian selatan. Populasi yang pertama kali mendiami Sundaland menyebar ke segala penjuru, awalnya mereka kembali ke utara dan juga bergerak ke pesisir timur benua, mengeksplorasi, kemudian mendiami berbagai tempat yang dianggap nyaman dan aman. Menjelajahi Sundaland kemungkinan tidak akan memakan waktu lebih dari seribu tahun.
Sebagai pembanding, untuk sampai ke ujung selatan benua Amerika, manusia memerlukan waktu beberapa ribu tahun dengan jalan kaki atau dengan perahu. Jarak dari Alaska sampai ujung selatan kira-kira lima kali jarak Bangkok ke Bali. Karena Sundaland tidak memiliki gunung atau gurun, maka tidak akan sesulit mengarungi dataran rendah Sundaland. Mereka yang bergerak ke arah Indocina atau Palawan akan menyusuri dataran rendah tersebut. Beberapa dari mereka juga akan melintasi dataran rendah yang sekarang menjadi Laut Jawa. Jika pusatnya di antara Jawa dan Sumatra, maka ketika beberapa area Sundaland mulai menjadi laut dangkal, sebaran mereka tidak akan jauh dari tanah air mereka, misalnya Semenanjung Melayu, Jawa, Sumatra, Borneo dan Bali.
Bukti arkeologi adanya hunian di Semenanjung Melayu ditemukan di Kota Tampan, di bagian utara Malaysia, diperkirakan berumur 40.000 sampai 75.000 tahun, yaitu dengan ditemukannya alat-alat dari batu. Fosil Tam Pa Ling di Laos berumur 45.000 sampai 63.000 tahun, merupakan fosil manusia modern tertua di Asia Tenggara. Kemudian, alat batu juga ditemukan di gua Lang Rongrien, di Thailand selatan, diperkirakan berumur 43.000 tahun. Temuan artefak di Gua Niah, Serawak berumur 46.000 tahun menambah bukti bahwa manusia modern telah menghuni Sundaland sebelum mereka migrasi ke Australia. Gua Tabon di Palawan ditemukan bukti hunian manusia modern berupa deposit berumur 37.000 sampai 58.000 tahun.
Di luar Sundaland, potongan peralatan yang memungkinkan manusia menyeberang dari Wallacea ke Sahul ditemukan berumur 42.000 tahun, di Timor. Temuan lukisan dinding di Leang Timpuseng membuktikan bahwa manusia sudah mencapai Sulawesi Selatan 40.000 tahun yang lalu. Dari mana manusia tersebut? Mungkinkah mereka dalam perjalanan menuju Sahul?
Berdasarkan data genetik, yang diwakili salah satunya oleh mitokondrial DNA (mtDNA; diturunkan oleh ibu kepada anak-anaknya), menunjukkan bahwa populasi di Semenanjung Melayu dan sekitarnya memiliki diversitas yang tinggi. Keberadaan garis keturunan maternal yang cukup tua pada populasi Orang Asli, menunjukkan bahwa sejarah hunian manusia di Semenanjung Melayu lebih lama dibanding daerah di sebelah utara atau timur semenanjung. Penanda basal genetik di Asia Tenggara juga ditunjukkan oleh perbedaan keragaman di sebagian besar DNA (nucleus DNA) pada populasi Orang Asli. Mereka ini juga bisa dibilang yang pernah menghuni Sundaland. Mereka menyebar dan menjelajah wilayah yang sebagian besar hutan tropis ini, mulai dari seantero Sumatra, dari Borneo sampai Bali, dan dari Palawan sampai Jawa. Jaman es berlangsung dari 100.000 sampai 10.000 tahun yang lalu di luar daerah tropis. Hal ini menjadikan area tropis Sundaland sebagai area paling ideal sebagai tempat tinggal dengan iklimnya yang sejuk bagi tumbuhan, hewan, dan manusia. Jaman es terjadi dalam dua fase, fase pertama berlangsung dari 57.000 sampai 28.000 tahun yang lalu, diikuti periode singkat yang stabil, dan puncaknya yang dikenal dengan Last Glacial Maximum(LGM) yang berlangsung dari 27.000 sampai 10.000 tahun yang lalu. Pada saat LGM, terbentuk hamparan sabana di sepanjang Selat Malaka, dan area di sekitar Gua Batu dekat Kuala Lumpur terjadi pergantian musim basah dan kering. Di bagian utara Borneo terbentuk hutan hujan tropis, menjadi daerah favorit untuk hunian. Sebagaimana laut mulai merayapi pedalaman paparan Sunda, sekaligus menciptakan danau-danau dan teluk-teluk kecil di dataran rendah yang makin lama makin besar. Dan mungkin paralel dengan hal tersebut, adanya cerita Orang Asli tentang naiknya air laut dari dalam tanah, yang membuat mereka meninggalkan tanah airnya.
Prasejarah Sundaland 40.000 t.y.l.
Prasejarah Sundaland 40.000 t.y.l.
Sekitar 60.000 tahun yang lalu, Semenanjung Melayu hanya dihuni sekelompok kecil manusia modern (temuan fosil dari Tam Pa Ling, Laos, berumur 63.000 tahun setidaknya mendukung adanya hunian manusia modern di Asia Tenggara). Namun sampai saat ini, tak satupun tahu persis bagaimana kondisi Sundaland secara umum. Namun berdasarkan sejarah geologis, cuaca Sundaland saat itu lebih dingin dibanding sekarang. Karena fluktuasi suhu pada jaman es, iklim berubah sangat cepat, dan terjadi selama berabad-abad. Selama cuaca dingin, suhu rata-rata siang hari di dataran rendah berkisar 21oC, dibandingkan saat ini sekitar 28oC. Bayangkan cuaca siang hari di Bandung setelah hujan. Tidak terlalu dingin. Sangat sejuk dan menyegarkan. Jika Sundaland seperti Bandung siang hari paska hujan, manusia sekarang pun pasti rela dikirim ke masa tersebut untuk menjadi saksi jaman es. Tinggi air laut saat itu, sekitar -60m di bawah permukaan saat ini, dan sebagain dari dasar laut masih berupa daratan kering, terutama daerah antara Belitung dan Borneo. Daerah tersebut ditumbuhi hutan kerangas dan rawa dengan hutan-hutan dengan aliran sungai menuju tepi landas benua. Hutan kering tersebut dihuni hewan-hewan merumput seperti gajah, rusa, badak, seladang (kerbau) dan banteng. Bersamaan dengan perubahan iklim, kondisi geografi mengubah sejarah. Ketika Orang Asli menjelajah bagian barat Sundaland, banyak area terbuka di hutan-hutan dan hanya sedikit pepohonan, daripada hutan saat ini, karena pengaruh cuaca dingin. Kemudian abad yang lebih hangat dan basah pun tiba, hutan menjadi lebat kembali. Orang Asli mulai mendiami gua-gua batu kapur dan mulai membakar pepohonan di sekitar gua untuk menciptakan lingkungan sekitarnya lebih terang. Kawasan hutan-pinggiran seperti zona transisi ekologi, ecotones yang kaya umbi-umbian dan sayuran yang bisa dimakan. Selama musim dingin, ecotones kaya sumber daya seperti itu gampang dijumpai di seantero Semenanjung Melayu. Di sanalah lokasi pilihanOrang Asli dalam mencari makan sehari-hari. Jika, asumsi Orang Asli datang dari arah barat (India) melalui pesisir pantai, maka mereka bakal sampai di bagian barat dari Thailand selatan. Mereka akan menjumpai dataran rendah memanjang ke selatan sampai Singapura. Pegunungan granit dan batu kapur di dataran tinggi di semenanjung masih utuh tak tersentuh. Mungkin hanya sesekali dijelajah olehOrang Asli untuk mencari tempat hunian, namun ketika mereka mulai menemukan gua batu kapur, mereka mulai menetap untuk menghindari angin, hujan dan mungkin hanya untuk menikmati tidur siang setelah berburu. Lalu, siapa sajakahOrang Asli tersebut?
Berdasarkan bukti mtDNA, maka populasi tertua yang masih mewarisi garis keturunan mtDNA tertua (macrohaplogroup N, M dan R) adalah populasi proto-Melayu (Aboriginal Malays), yaitu Temuan dan Semelai, termasuk Jakun, dengan sebaran mtDNA N21, N22, dan R (N21 terdeteksi juga pada populasi Sumatra dan Bali, dengan diversitas lebih tinggi berada di populasi Sumatra dan Bali; R terdeteksi cukup beragam di Sumba, Borneo dan Bali). Sedangkan populasi Semang (Batek, Jahai, dan Mendriq) berdasarkan garis keturunan maternal adalah generasi setelah proto-Melayu, dengan sebaran mtDNA M21, R21, dan B (pada populasi Mentawai juga terdeteksi adanya mtDNA R21. mtDNA B hanya terdeteksi di Jawa, Flores, Nias, Bali, Sulawesi dan Sumba). Senoi (Temiar) adalah Semang yang bercampur dengan populasi Austroasiatik dari Semenanjung Indocina.
Bagaimana dengan populasi Sakai (Mani) di Thailand selatan? Sakai berkerabat dekat dengan Semang (walaupun dalam populasi Mani ditemukan mtDNA L2a, yang berbeda mutasi dengan L2a dari Afrika, yang juga merupakan mtDNA tertua di Asia Tenggara). Bisa jadi mereka telah membaur berdasarkan mtDNA mereka. Sayang sampai saat ini masih sulit untuk mendeteksi jejak mereka dari garis keturunan paternal (y-DNA). Populasi aborigin Kamboja (Tompuon, Khmer, Phnong, Stieng dan Jarai) juga cukup tua, terutama di bagian timur laut yang berbatasan dengan Vietnam, dengan sebaran mtDNA M59, M69, M78, dan N7 (Zhang et al., 2014). Sementara pribumi Andaman adalah garis keturunan mtDNA M dari India (M31 dan M32) dengan Y-DNA yang hanya ada di kepulauan Andaman, D-M174. Bagaimana populasi-populasi tua tersebut lebih banyak di bagian utara khatulistiwa? Sebenarnya tidak.
mtDNA populasi Sundaland
Sebaran mtDNA Orang Asli (populasi Sundaland) 60.000-40.000 tahun yang lalu
Macrohaplogroup N (termasuk R) dan M masih ditemukan jejaknya tertinggi di pulau Bangka dan Palembang, kemudian Jawa dan Nusa Tenggara Timur (terutama Flores, Lembata, Pantar, dan Alor), dan sedikit sekali ditemukan di Borneo dan Sulawesi. Artinya, mereka menyebar dari pusat (area Sumatra Selatan/Bangka dan Jawa; mungkinkah proto-Melayu?) kemudian beberapa ke arah Semenanjung Melayu dan Indocina, dan sebagaian lagi ke arah timur (Nusa Tenggara, dan Sahul). Perjalanan mtDNA N (dan subclade-nya) ke arah timur sampai Australia melalui jalur selatan (Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Timor, Tanimbar, pesisir Papua barat, dan akhirnya Australia) dengan sebaran mtDNA B, P, O, S, N13, N14; sedangkan perjalanan mtDNA M ke arah timur melalui jalur tengah (Gomes et al., 2015) (Borneo selatan, Sulawesi selatan, Sulawesi Tengah, Maluku, kepala burung Irian, Papua Nugini serta Melanesia) dengan sebaran mtDNA Q, M27, M28, M29. mtDNA B bisa jadi terbentuk di Wallacea (antara Nusa Tenggara atau Maluku), sedangkan mtDNA P, Q dan M29 terbentuk di pegunungan Papua barat (propinsi Indonesia) dan mtDNA P terkait dengan populasi yang mewarisi DNA Denisovan dan pygmy di Australasia.
mtDNA N melakukan migrasi ke arah timur bersama y-DNA haplogroup C-RPS4Y*, sedangkan mtDNA P memiliki kesamaan pola sebaran dengan K2b. mtDNA D akan mengikuti subclade mtDNA haplogroup M*. Sedangkan y-DNA F-P14* selalu bersama subclade-nya y-DNA K-M526*. Manusia modern di luar Afrika menurunkan y-DNA CDEF (CF dan DE); dengan sebaran CF & E (DE minus YAP) di Eurasia, dan CF & D (DE plus YAP) di Asia Tenggara. Prinsip yang sama diaplikasikan ke mtDNA. L3’M dan N-U-R di Eurasia, dengan L3 mendominasi Afrika Timur, dan M mendominasi India serta Bangladesh. U tersebar di Afrika Utara, Eropa Barat dan Skandinavia. N dan R tersebar di Eurasia dan Eropa.
Sedangkan di Asia Tenggara (termasuk Australasia), M tersebar di Asia Timur dan Tenggara. mtDNA Q yang unik di Papua dan Melanesia juga menyebar ke Nusa Tenggara, Australia dan Filipina. N dan R menyebar mengikuti sebaran populasi Negrito, P lebih banyak di Wallacea dan Sahul, sedangkan B menyebar dari Sundaland ke segala arah (bahkan manusia Tianyuan berumur 40.000 tahun memiliki haplogroup B4’5). Kedua pola sebaran mtDNA N dan M di dua area tidak saling overlapping, karena keduanya berasal dari basal yang berbeda. Anda tidak akan menemukan garis keturunan haplogroup U di Asia Tenggara dan Pasifik, sebaliknya Anda tidak akan menemukan garis keturunan haplogroup P di Eurasia. Tidak ada cukup bukti bahwa mtDNA N dan M di Asia Tenggara berasal dari leluhur yang sama dengan mtDNA N dan M di Eurasia seperti yang diasumsikan oleh para akademisi. Di kesempatan lain akan saya paparkan bagaimana hubungan mtDNA khusus regional Afrika, Eurasia dan Australasia serta populasi yang overlapping dengan ketiganya. Data y-DNA akan mengikuti pola yang hampir sama. Seharusnya kita mulai meninggalkan paradigma lama, Out of Afrika, karena sudah banyak bukti yang meruntuhkan teori berbau ‘politis’ tentang asal-usul manusia modern tersebut.
mtDNA P di Wallacea dan Sahul
mtDNA P di Wallacea dan Sahul
mtDNA macrohaplogroup N dan M di Eurasia
Eurasian mtDNA by Kong et al. (2010)
Berdasarkan diversitas genetik, populasi pertama Sundaland menyebar ke arah utara (Semenanjung Melayu dan Thailand) dan ke arah timur (Nusa Tenggara dan kemudian paparan Sahul) sekitar 50.000 tahun yang lalu, sebelum Sundaland berubah secara keseluruhan. Berdasarkan sebaran mtDNA dan diversitasnya, bahwa pusat sebaran atau asal-usul mereka adalah area di antara pulau Jawa, Sumatra dan Borneo. Keragaman mtDNA populasi aborigin Kamboja menunjukkan migrasi dari arah selatan untuk mtDNA tertua di sana (Zhang et al., 2014), diversitas mtDNA populasi aborigin Malaysia juga menunjukkan hal yang sama (Baer et al., 2010). mtDNA populasi aborigin Australia adalah subclade dari N* (mtDNA O di daerah gurun Australia, S menyebar, N13 dan N14 di Kimberley) serta subclade dari M* (M42 di Arnhem). Masih sulit menentukan hubungan populasi Nusa Tenggara (mtDNA N* dan M* serta R) dengan yang di Jawa serta Bangka/Sumatra Selatan. Diversitas mtDNA N dan M antara ketiganya belum dikaji, kita tidak tahu apakah mereka berbagi haplotype yang sama, atau perbandingan polimorfisme HVS-I antara ketiga area tersebut. Atau mungkin karena mereka tidak yakin secara persis subhaplogroup mana yang akan ditujukan pada M* dan N* tersebut.
Untuk merekonstruksi populasi pertama Sundaland memang cukup rumit, namun sedikit bagian dari populasi tersebut bisa terlacak dengan bantuan mtDNA dan y-DNA populasi saat ini. Sedikit gambaran pada skema mtDNA N di bawah:
Skema Populasi Sundaland (mtDNA N dan subcladenya)
Skema Populasi Sundaland (mtDNA N dan subcladenya)

Sumber:
https://motherlanders.wordpress.com/2015/03/27/populasi-prasejarah-sundaland/

No comments:

Post a Comment