"Manusia Kuno" Bermunculan di Batujaya
JAKARTA, KOMPAS.com--Setelah penemuan kerangka manusia masa akhir prasejarah bertambah dari lima menjadi enam kerangka, sepanjang Kamis (6/5), Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, mulai agak ramai. Warga datang silih berganti menyaksikan temuan itu dan melihat langsung proses penggalian dan pengangkatan di kompleks percandian tertua di Pulau Jawa itu (abad V-VII).
Pengangkatan dilakukan setelah dilakukan perekaman data dengan cermat berupa pemotretan , penggambaran dengan manual, dan pengukuran lapisan tanah dengan rinci oleh arkeolog Juliadi dan timnya dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Serang. Pengangkatan dilakukan Juliadi bersama Johan Arif, peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Tak hanya penggalian dilakukan dengan sangat hati-hati, saat pengangkatan juga. Untuk mengangkat tengkorak saja, lamanya sekitar satu jam. Usai tengkorak, dilanjutkan pengangkatan kerangka bagian lainnya. Sepanjang Jumat (7/5) pengangkatan diteruskan.
Rencananya, enam kerangka manusia prasejarah atau tepatnya protosejarah yang ditemukan di kompleks perluasan areal Candi Blandongan bagian tenggara itu, akan diangkat seluruhnya. Perlu beberapa hari untuk mengangkatnya, kata Juliadi.
Kerangka yang sudah diangkat dicatat dan kemudian disimpan per bagiannya dalam plastik, guna memudahkan untuk merekonstruksi dan mengidentifikasinya. Identifikasi melalui uji karbon radioaktif (C-14 dating) dan tes DNA, serta isi gerabah yang berada di dekat rangka.
Kerangka manusia protosejarah yang sudah diangkat itu disimpan sementara di kantor BP3 Serang di Batujaya. Selanjutnya bisa menjadi obyek penelitian ahli, guna mengetahui secara tepat umur kerangka, jenis kelamin, dan rasnya, apakah dari ras Mongoloid seperti pernah ditemukan sebelumnya di sekitar candi atau Australomelanesoid, ungkapnya.
Saat pengangkatan kerangka, juga ditemukan dua logam panjang yang diduga merupakan senjata milik manusia yang dikubur itu.
Kalau sudah selesai diteliti, kerangka bisa dipajang di museum agar masyarakat bisa mengapresiasi warisan budaya yang unik dan menarik ini.
Secara kebetulan
Juliadi menjelaskan, Tim BP3 semula melanjutkan proses pemugaran Candi Blandongan, di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat, berupa pengembangan dan penataan kawasan candi seluas 120 x 120 meter bujur sangkar.
Untuk mencari strukturisasi bangunan candi, dilakukan penggalian di areal perluasan candi yang merupakan areal persawahan, yaitu di sisi tenggara dan di barat laut. Penggalian pada minggu kedua April 2010, berhasil menemukan menhir berukuran panjang 2,1 meter dan 2,2 meter, di tenggara halaman candi, titik koordinasi G-9. Penggalian berikutnya, 22 April 2010, masih di sebelah tenggara halaman candi, sekitar 5 meter dari temuan menhir, secara kebetulan ditemukan kerangka manusia.
Enam kerangka manusia itu ditemukan terkubur di kedalaman lebih kurang satu meter dari permukaan tanah sawah. Posisinya berjejer dengan arah yang relati f sama, yakni 60 derajat ke timur laut. Empat dari enam kerangka yang ditemukan terlihat utuh, dua lainnya tidak utuh. Panjang kerangka lebih kurang 170 cm. Jarak antara kerangka yang satu dengan kerangka lainnya sekitar 90 cm.
Pada awalnya ditemukan kerangka lutut . Setelah dilanjutkan penggalian, kerangka manusia itu terlihat utuh dari kepala sampai kaki. Di antara kerangka itu terdapat senjata sejenis logam yang berada di bagian dada kerangka.
Tak jauh dari penemuan kerangka yang pertama , sekitar 90 cm di samping kerangka itu, ditemukan lagi kerangka manusia lainnya. Dua kerangka menumpuk dalam satu kubur, sehingga terlihat lebih panjang. Di dekat masing-masing kerangka terdapat barang tembikar , baik dalam kondisi utuh maupun sudah pecah, serta benda dari logam. Juga ada temuan rangka binatang siput laut berukuran relatif besar.
Benda-benda dekat kerangka itu merupakan bekal kubur yang disertakan pada mayat, yaitu tembikar seperti tempayan atau periuk kecil (kendil) dan alat-alat dari logam atau besi yang merupakan persenjataan milik orang yang dikubur, jelas Junaidi.
Budaya Buni
Arkeolog Agustijanto Indradjaya dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (lihat www.tapakarkeologi.blogspot.com), di dunia arkeologi, situs Batujaya dengan kompleks percandian yang bersifat Buddhistik, merupakan obyek penelitian menarik. Sejak tahun 1960-an sudah menjadi obyek penelitian para arkeolog, yang dimotori RP Soejono dan Sutayasa. Arkeolog dan warga penggali liar seperti berlomba menggali kubur-kubur prasejarah, yang tersebar di wilayah pantai utara Jawa. Penggali liar menggali kubur pras ejarah itu untuk mencari emas.
Awalnya kubur-kubur prasejarah itu ditemukan di desa Buni (Bekasi) dan kemudian daerah perkembangannya di arah timur di daerah sungai Citarum dan Sungai Bekasi, hingga Ciparage di Cilamaya.
Istilah budaya kompleks tembikar Buni ini muncul ketika adanya persamaan corak hiasan dari fragmen tembikar yang ditemukan di beberapa tempat di Bekasi dan Cikampek. Menurut laporan, beberapa situs Buni yang pernah diteliti antara lain di Buni, Kedungringin, Cabangbungin dan Balaktemu di Bekasi. Batujaya, Kobak Kendal, Cilebar Babakan Pedes di daerah Rengas Dengklok, tulisnya.
Arkeolog yang juga Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba, Harry Widianto mengatakan, baru tahun 2005 sampai sekarang menusia pendukung budaya Buni ini berhasil diungkap lebih jauh.
Komunitas masyarakat yang mengusung budaya kompleks tembikar Buni yakni satu komunitas masyarakat prasejarah yang menghasilkan tembikar dengan pola hias khas Buni, yang hidup di sepanjang pantai utara Jawa Barat mulai dari Banten sampai Cirebon. Hal ini didasarkan pada temuan sejumlah kerangka manusia yang disertai dengan sejumlah bekal kubur di antaranya yang paling umum adalah wadah tembikar.
Wadah tembikar yang paling dominan adalah berupa periuk kecil (kendil) berdiameter antara 10-15 cm beserta tutupnya, piring dengan bibir tepian tegak, dan mangkuk. Wadah-wadah tembikar ini diletakkan di bagian kepala atau bagian kaki dari kerangka. Selain wadah tembikar, biasanya dibekali pula dengan senjata tajam berupa parang, pisau, atau tombak. Yang menarik, bagi sebagian kerangka diberi perhiasan berupa kalung, cincin, penutup mata, dan gelang. Kalung terbuat dari manik-manik emas dan manik-manik kaca, hal ini menandakan adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat pendukung tembikar Buni.
Temuan berupa bandul jala, kapak batu, dan tatap pelandas memberi informasi bahwa masyarakat tembikar Buni bermata pencaharian sebagai nelayan. Mereka juga telah mengenal bercocok tanam dan sebagian telah memiliki keahlian membuat wadah-wadah tembika den gan teknologi tatap pelandas. Selain itu, merekja telah memiliki keahlian membuat alat-alat logam dan manik-manik.
Ras Mongoloid
Harry menjelaskan, kerangka manusia di komplek kubur yang ditemukan, baik tahun 2005 dan April 2010 di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya , Kabupaten Karawang, merupakan manusia prasejarah atau tepatnya periode protosejarah, sekitar abad 1 Sebelum Masehi sampai 2 Masehi, berhasil ditemukan di situs Batujaya.
Tahun 2005 berhasil ditemukan 10 kerangka manusia prasejarah dan sekarang enam kerangka manusia prasejarah di situs Batujaya. Dari penemuan kerangka manusia prasejarah itu mengungkapkan, betapa mereka sebenarnya satu masyarakat yang telah memiliki teknologi yang cukup memadai untuk mengelola lingkungannya pada masa itu.
Masa protosejarah adalah masa di mana masyarakat lokal belum mengenal tulisan tetapi daerah ini sudah dikenal, didatangi, dan dicatat oleh masyarakat internasional, serta telah terjadi kontak yang cukup intensif dengan mereka.
Rangka manusia yang ditemukakan itu, menurut Harry bukanlah kerangka manusia purba. Bukan juga fosil. Dia adalah manusia di akhir praserajah.
Berdasarkan pada karakter morfologis kranial dan gigi geliginya, ia merupakan ras mongoloid, tandasnya.
Aspek penting dari temuan itu, menurut Harry yang pernah melakukan penelitian tahun 2005 terhadap kerangka manusia di Situs Batujaya, adalah mewakili populasi masa lalu dari peralihan zaman prasejarah ke zaman sejarah. Populasi seperti ini juga ditemukan di Pedes, sebelah tenggara Batujaya, oleh arkeolog Amelia dari Puslitbang Arkenas sejak tahun 2009 kemarin.
Amelia sampai sekarang masih melakukan penggalian, saya 13-17 Mei akan menganalisis rangka-rangka itu di lapangan, ujarnya.
No comments:
Post a Comment